Liputan6.com, Jakarta Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Segara Institute, Piter Abdullah, tak ingin penindakan kasus korupsi saat ini hanya berpusat di lingkungan Kementerian Keuangan saja. Padahal, pejabat di instansi lain semisal Polri, contohnya Ferdy Sambo yang terkena vonis hukuman mati juga tak masuk akal.
Piter tak ingin gebrakan program pemberantasan korupsi hanya jadi angin lalu saja. Dia pun tak ingin kasus-kasus seperti itu dilazimi begitu saja oleh masyarakat.
Baca Juga
"Budaya koruptif, menimbun kekayaan itu sudah terjadi selama bertahun-tahun. Kita sudah paham itu selama ini, tetapi menutup mata. Kita mudah kaget, dan mudah lupa," ujar Piter kepada Liputan6.com, Kamis (9/3/2023).
Advertisement
Sebagai contoh, ia menyebut eks Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo yang kasusnya terlalu berpusat terhadap aksi pembunuhan. Padahal, asal usul kekayaannya pun dipertanyakan.
"Kasus petinggi Polri yang baru lalu sebenarnya sudah menunjukkan fenomena kekayaan yang tidak masuk akal. Tetapi masyarakat tidak melihat fenomena itu karena tertutup kasus pembunuhannya," sebut dia.
"Yang terakhir (Rafael Alun Trisambodo dan anaknya), masyarakat justru seperti mengabaikan kasus penganiayaan, justru lebih fokus kepada fenomena pamer kekayaan, yang kemudian mengundang kecurigaan asal usul kekayaan. Padahal, kedua kasus memiliki nuansa yang sama, kekayaan yang patut dipertanyakan," bebernya.
Belum Laporkan Harta Kekayaan
Sebagai catatan, Ferdy Sambo sejauh ini belum melaporkan harta kekayaannya di situs resmi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaporkan, LHKPN Ferdy Sambo 2021 belum lengkap. Selain tahun itu, LHKPN Ferdy Sambo juga tidak tercantum di situs KPK.
Oleh karenanya, Piter meminta kesungguhan program pemberantasan korupsi yang tidak hanya bersifat tentatif. Sebab, ia mencium adanya pejabat negara di instansi lain yang harta kekayaannya tidak jelas, termasuk TNI/Polri.
"Investigasi ini tidak hanya sekarang, tidak hanya di Kemenkeu, tetapi juga semua pejabat negara, termasuk Polri dan TNI. Mereka memiliki kekayaan yang patut dipertanyakan, tidak hanya ASN di Kemenkeu," ungkapnya.
Singgung Rafael Alun dan Pejabat Bea Cukai, Jokowi: Pantas Rakyat Kecewa
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya angkat suara, terkait eks pejabat pajak Rafael Alun dan Pejabat Bea Cukai Eko Darmanto yang dianggapnya bergaya hidup hedonis. Menurut Jokowi, apa yang menjadi polemik publik terhadap keduanya adalah buah kekecewaan atas pelayanan buruk sebagai aparatur sipil negara.
“Ya menurut saya pantas rakyat kecewa karena pelayanannya dianggap tidak baik kemudian aparatnya perilakunya jumawa dan pamer kuasa kemudian pamer kekayaan, hedonis,” kata Jokowi saat pidato pembuka Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara Jakarta, Kamis (2/3/2023).
Jokowi lalu menyinggung soal tugas yang mendetil dari seorang aparatur sipil negara dan reformasi birokrasi. Menurut dia, inti dari reformasi birokrasi adalah rakyat terlayani dengan baik, secara efektif dan akuntabel.
“Dari komentar-komentar yang saya baca, baik di lapangan dan di media sosial karena peristiwa di pajak dan di bea cukai saya tahu betul mengikuti kekecewaan masyarakat terhadap aparat kita terhadap pemerintah,” sesal presiden.
Advertisement
Wanti-wanti
okowi kemudian mewanti, apa yang terjadi di instansi pajak dan bea cukai juga dapat berdampak pada kementerian atau lembaga lain bila para pegawainya tidak segera ditertibkan dan disiplinkan, khususnya aparat penegak hukum.
“Hati-hati tidak hanya urusan pajak dan bea cukai, ini ada kepolisian dan juga aparat hukum lainnya ada birokrasi lainnya,” Jokowi menandasi.